Pengoptimalan Zakat untuk Mengatasi Kesenjangan Sosial antara Masyarakat Kota dan Masyarakat Desa


Oleh: Muhammad Amri Rabbani (KSEI CIES FEB UB)

Kemiskinan merupakan hal yang erat kaitannya dengan masyarakat desa walaupun dalam faktanya tidak semua masyarakat desa berada pada golongan miskin. Kesenjangan sosial antara desa dan kota menguatkan persepsi kemiskinan di desa. Fenomena kesenjangan sosial yang terjadi antara kehidupan sosial masyarakat yang berada di perkotaan dengan masyarakat pedesaan dapat kita lihat bagaimana kehidupan masyarakat kota yang diidentikan dengan kemapanan ekonomi, masyarakat berpendidikan, kecanggihan teknologi atau infrastruktur yang layak. Kita pun diperlihatkan kehidupan yang sebaliknya ketika kita melihat kehidupan masyarakat pedesaan, yang selalu saja diidentikan dengan kehidupan ekonomi yang pas-pasan atau bahkan miskin, masyarakat kurang terdidik, dan infrastrukur yang sederhana.
       Zakat memiliki peran penting dalam pemberantasan kemiskinan di Indonesia. Hal itu dipengaruhi oleh besarnya potensi zakat di Indonesia. Menurut Nur Hidayat, potensi zakat secara nasional (tahun 2010 - 2011) mencapai Rp. 100 Triliun pertahun. Namun yang tergali hingga 2010 ini baru mencapai Rp. 1,2 Trilun pertahun. Dari tahun ketahun grafiknya terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat. Tahun 2008, perolehan zakat secara nasional sebesar Rp. 800 miliar dan tahun 2010 sudah Rp. 1,2 triliun.
      Tingginya potensi zakat terbukti telah menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan memangkas sedikit demi sedikit kesenjangan sosial antar si kaya dan si miskin. Tetapi kenaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat miskin tersebut hanya berlaku pada skala regional di daerah perkotaan dimana banyaknya masyarakat yang tergolong muzakki sehingga potensi zakat pun jauh lebih terasa daripada masyarakat pedesaaan. Masyarakat pedesaan tidak memiliki pemasok zakat sebanyak yang terjadi di kota. Hal itu menyebabkan terjadi kesenjangan sosial antara masyarakat pedesaan dan perkotaan walaupun pada realitanya tidak semua yang tinggal di desa dikategorikan miskin dan tidak semua yang dikategorikan kaya tinggal di kota.
       Berangkat dari hal itu, bangsa Indonesia dapat bercermin kepada bangsa China. Negara tersebut berhasil mengatasi permasalahan kesenjangan sosial antara kehidupan pedesaan dengan perkotaan dengan cara memfokuskan pergerakan pola pemberdayaan masyarakat di pedesaan selama 20 tahun dan faktanya China berhasil menurunkan angka kemiskinan yang awalnya 70% terus menurun hingga mencapai angka 20 %. Persentase tersebut merupakan fakta yang luar biasa terlebih lagi masalah kesenjangan antar masyarakat desa dan kota menjadi masalah yang telah mendarah daging pada bangsa Indonesia. Jikalau kita dapat mengikuti cara yang diaplikasikan oleh bangsa China kepada penduduknya maka kesenjangan sosial antara masyarakt desa dan kota dapat terkikis.
       Pengoptimalan zakat untuk pembangunan di desa sangat dibutuhkan, mengingat bahwa infrastruktur, pendidikan dan juga ekonomi masyarakat pedesaaan jauh berbeda dengan masyarakat perkotaan. Dalam konteks pembangunan ini, tidak hanya pemerintah yang boleh melakukannya. Tetapi pihak-pihak yang berada “di luar” pemerintah pun harus juga melakukan aksi pemberdayaan masyarakat pedesaan. Hal ini didasarkan pada prinsip “gotong royong” atau yang kita kenal dalam bahasa Islam dengan istilah taawun. Apalagi titah ajaran agama kita selalu saja mewajibkan bagi siapa saja yang dikelompokkan kepada masyarakat mampu untuk membantu masyarakat yang dikelompokkan masyarakat fuqoro wa masakin. Untuk itu, mengalokasikan zakat kepada pembangunan serta pemberdayaan masyarakat desa merupakan langkah tepat dalam langkah menghilangkan kesenjangan sosial antara masyarakat pedesaan dan perkotaan sehingga terciptalah keadilan yang merata antara keduanya.
       Pembangunan serta pemberdayaan masyarakat pedesaaan pun dapat kita fokuskan pada beberapa titik perbedaan yang mencolok antara di desa dan di kota. Yang pertama, pendidikan di daerah pedesaan masih jauh dari kata memadai. Pembangunan madrasah ataupun sekolah umum lainnya dengan fasilitas memadai dapat mendongkrak tingkat kesuksesan pendidikan di desa. Para pelajar di desa cenderung lebih mementingkan bekerja di usia muda dengan menggunakan otot mereka daripada menuntut ilmu hingga jenjang perkuliahan. Hal ini disebabkan ketidakpahaman mereka mengenai pentingnya menuntut ilmu. Dengan diberikannya guru yang kompeten dan fasilitas yang layak diharapkan mampu menjadi jawaban atas problematika tersebut sehingga akan terciptanya pemuda asli desa yang dapat membangun desanya dengan kemampuan masing masing.
Kedua, dalam bidang ekonomi, masyarakat pedesaan cenderung berprofesi sebagai petani dan peternak. Aktivitas sebagai petani adalah dengan menggarap ladang. Fakta menariknya adalah terkadang ladang yang mereka garap bukanlah ladang pribadi melainkan lahan pemerintah dalam hal ini perhutani ataupun membuka lahan dengan menyewa. Akan tetapi, kondisi sekarang untuk membuka lahan dengan sistem sewa sangat tidak mungkin karena harganya cukup mahal. Apalagi ketika kita berbicara masalah penghasilan mereka. Warga yang setiap harinya bekerja sebagai buruh tani hanya dibayar sebesar Rp. 20.000 per hari. Bagaimana mungkin kehidupan era saat ini harus ditutupi segala kebutuhan hidupnya hanya dengan uang Rp. 600.000? tidak jauh berbeda dengan petani, para peternak pun ada yang tidak memiliki hewan ternak sendiri. Sebagian besar ternak yang dipelihara mereka adalah ternak “titipan” yang artinya harus siap kapan saja diambil oleh sang pemilik. Keuntungan ekonomi yang diambil oleh warga dari hasil ternak ini yaitu dengan sistem bagi hasil dari hasil penjualan hewan ternak. Kemudian kendala yang dihadapi oleh para peternak adalah: pertama; masalah fasilitas kandang hewan ternak dari mulai lahan yang terbatas untuk membuat kandang dan juga kandang ternak yang terbilang seadanya tanpa mempertimbangkan masalah kesehatan. Kedua; masalah pakan hewan ternak yang terkendala sulitnya mendapatkan bahan pakan semisal rumput. Ketiga; adalah masalah sistem pembuangan dan proses pengolahan limbah hewan ternak.
Zakat dapat membantu para petani untuk dibelikannya lahan untuk mereka bercocok tanam dengan sistem mudhorobah sehingga para petani dapat mengelola sawah sendiri. Begitu pula dengan para peternak, zakat dapat menyediakan bibit hewan ternak, penyediaan kandang, pelatihan biogas dan pupuk organik dari limbah hewan ternak sehingga para peternak memiliki ternak yang sehat dan dapat menambah pendapatan mereka dari hasil beternak tersebut.

      Jadi, apabila dana zakat dapat dialokasikan untuk pembangunan desa maka bukan tidak mungkin, kehidupan yang lebih layak dapat dirasakan oleh masyarakat desa seperti halnya yang dirasakan masyarakat kota baik dalam sektor pendidikan maupun ekonomi. Tetapi perlu digarisbawahi bahwa pengoptimalan dana zakat ini dapat dilakukan setelah tersalurkan kepada orang yang berhak menerimanya, baik yang berada di desa maupun di kota. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita baik sebagai pengetahuan maupun untuk diapliaksikan. Amin.

0 komentar: