AMANAT DALAM ISLAM
Amanat dalam Islam
Oleh: Inna Ulfatun N
(Bendahara Fossei Jatim )
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”. (QS. An-Nisaa: 58 )
Ayat
tersebut diturunkan dalam keadaan yang sangat menarik. Sebelum penaklukan
Makkah, kunci Ka’bah dibawa oleh Utsman bin Thalhah. Ketika penaklukan Makkah
Rasulullah meminta kepada Utsman bin Thalhah untuk memberikan kunci tersebut
kepadanya. Ustman pun menyerahkan kunci tersebut dengan terpaksa seraya
berkata, “Ini amanat untukmu.” Rasulullah pun membuka pintu Ka’bah dan
mengeluarkan berhala-berhala yang ada didalamnya. Pada waktu itu Abbas RA (paman
Rasulullah) beserta Ali RA meminta agar kunci Ka’bah dipegang oleh keluarga
Rasulullah saja akan tetapi Rasulullah menolaknya. Nabi Muhammad keluar dari
Ka’bah dengan membacakan ayat ke-58 dari surat An- Nisaa kemudian mengembalikan
kunci tersebut kepada Utsman bin Thalhah. Utsman sangat terkejut mengingat
Rasulullah sebagai penakluk Ka’bah, sudah semestinya Rasulullah berhak atas
kunci tersebut dan dapat menyimpannya selamanya. Hati Utsman tergerak oleh
sikap Rasul yang demikian dan serta merta ia memeluk Islam.
Diriwayatkan
oleh Anas RA bahwa Nabi Muhammad selalu menekankan untuk memenuhi
janji/amanat/kesepakatan. Anas RA juga berkata bahwa Nabi SAW jarang sekali
memberikan khutbah tanpa memberikan pesan ini:
“Barang
siapa menghianati amanat yang diberikan kepadanya, sungguh ia tidak memiliki
sedikitpun keimanan dalam dirinya. Barang siapa ingkar terhadap janjinya maka
ia tidak memiliki citarasa hidup Islami.”
Amanat
adalah tanggungjawab yang besar dan wajib untuk dilaksanakan. Apabila kita
berhianat terhadap amanat yang telah diberikan, siksa kubur pun akan menanti.
Suatu ketika Abu Dzar RA meminta kepada Nabi Muhammad SAW jabatan yang bernilai
tanggungjawab yang tinggi. Nabi kemudian bersabda: “Wahai, Abu Dzar, kamu
seorang yang lemah dan sebuah jabatan yang bernilai tanggung jawab adalah
sebuah amanat. Dan sesungguhnya amanat akan menjadi kehinaan dan penyesalan di
Hari Pembalasan, kecuali bagi orang yang menerimanya dengan benar dan mampu
menunaikan kewajibannya dalam amanat terebut”. (HR. Muslim)
Penting
juga untuk diperhatikan bahwa Allah SWT mnyebut hal ‘amanat’ terlebih dahulu
dibandingkan dengan penegakan keadilan hukum. Hal ini bisa kita jadikan pedoman
bahwa keadilan hukum tidak dapat dilaksanakan atau ditegakkan kecuali oleh
orang-orang yang pantas dan cakap telah ditempatkan sesuai dengan tugas yang
ada. Hal inilah yang belakangan ini tidak kita dapati dalam sebuah pemerintahan
dan organisasi. Apabila penugasan yang sudah jelas belum dilaksanakan dengan
baik maka berbagai masalah akan sulit untuk dipecahkan. Al-Qur’an juga melarang
praktek yang salah terhadap pemberian jabatan kepada seseorang
0 komentar: