Lets Discuss

Come and Upgrade Our Islamic Economics with Expert Around The World! more »

Sebening Akhlak Ekonom

Akhlak adalah magnet tertinggi untuk memikat masyarakat, seperti apakah akhlak ekonom Islam? more »

Use Your Logic

Kesalahan para ekonom Islam adalah bahasa yang tinggi, lalu bagaimana seharusnya menjelaskan ekonomi Islam? more »

Peran Prinsip Ekonomi Islam dalam Liberalisasi Ekonomi

Diposkan oleh Unknown


                                                       (Oleh Khoirul Zadid Taqwa)
Sejak dahulu banyak sekali gagasan akan pembentukan sebuah aliansi ekonomi terutama setelah berbagai resesi. Sebuah gagasan yang sangat efektif guna meningkatkan tingkat efisien perekonomian negara adalah dengan liberalisasi ekonomi. Dalam kenyataannya sebuah negara memerlukan bantuan dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena negara-negara di dunia mulai merencanakan penghapusan rintangan yang menghambat hubungan ekonomi antar negara.
Pada awalnya negara-negara ini melakukan kebijakan liberalisasi ekonomi secara regional, seperti European Economic Cooperation (EEC), North America Free Trade Area (NAFTA). Inilah proses untuk membentuk liberalisasi ekonomi secara global. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tak seperti yang diperkirakan. Kebijakan tersebut baru-baru ini menemui kebuntuan. Banyak sekali dari negara-negara anggota liberalisasi ekonomi itu mengalami resesi tidak lain karena sistem yang salah.
Pada tahun 80-an sistem yang berlaku adalah sistem kapitalisme. Sistem ini menghendaki liberalisasi, individualisme, humanisme, dan rasionalisme. Sistem ini juga berbasis teori Adam Smith, yakni invisible hand. Padahal buku Adam Smith ini meniru buku buku dari karangan Abu Ubaid yang bernama Al Amwal. Akan tetapi Adam Smith menghilangkan unsur-unsur moral dan tauhid. Maka ketika manusia dilepaskan nafsunya akan harta tanpa kendali moral, agama, dan pemerintah maka yang akan terjadi adalah kegagalan ekonomi itu sendiri.
Setelah kegagalan perekonomian ini, mereka beralih ke sistem lainnya, yakni sistem sosialis. Tema yang diangkat pada era ini adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui penambahan lapangan pekerjaan dan liberalisasi. Akan tetapi karena sistem sosialis ini adalah sistem yang dikuasai oleh negara. Selain itu, peran negara maju di ekonomi bebas memiliki peran yang tinggi maka Amerika memiliki maksud untuk meraup keuntungan dengan menjatuhkan negara berkembang. Mereka selalu menganjurkan negara-negara berkembang untuk mengikuti cara mereka, yakni pangkas anggaran, hapuskan hambatan perdagangan, dan privatisasi. Padahal Amerika sendiri tidak melakukan hal ini dengan menggunakan informasi media yang tidak benar. Akhirnya terjadilah krisis ekonomi pada tahun 1996 hingga tahun 2000.
Akhirnya mereka sadar, bahwa sistem perekonomian memerlukan moral yang baik dalam pengelolaannya. Akhirnya mereka menggunakan sistem ekonomi neoklasik yang biasa dikenal dengan keynessian. Sistem ini lebih diterapkan pada liberalisasi NAFTA. Akan tetapi kebijakan Amerika tetap saja tidak berubah. Akhirnya terjadilah krisis di Amerika yang ditandai dengan jatuhnya Lehman Brothers pada tahun 2008. Tidak hanya itu, kebijakan ini menghasilkan kesenjangan ekonomi yang besar. Bahkan yang sangat memalukan adalah melahirkan kebijakan proteksionisme yang bernama “buy American product”.
Serangkaian peristiwa di atas merupakan bukti atas ketidakmampuan sistem ekonomi non Islam dalam menata perekonomian liberal. Selain itu terlihat juga bahwa terdapat dua variabel dominan yang mempengaruhi liberalisasi ekonomi yakni, variabel ekonomi dan variabel politik.
A. Variabel Ekonomi
Dalam liberalisasi ekonomi, variabel ekonomi merupakan objek dari liberalisasi ekonomi. Variabel ekonomi merupakan variabel dependen yang tergantung kepada yang mengendalikannya. Secara filsafat sebagian besar variabel ini merupakan variabel positif yang sudah jelas antara sebab dan akibat.
Secara teori ekonomi, liberalisasi ekonomi adalah kebijakan yang paling baik untuk mencapai perekonomian yang efektif dan efisien. Sehingga ketika aspek-aspek penghambat perekonomian dihapuskan maka akan terjadi persaingan yang tinggi antar negara. Semakin tinggi persaingan tersebut akan menghasilkan produk-produk yang lebih baik dan efisien. Persaingan ini akan meningkatkan produksi barang dan jasa sehingga meningkatkan daya serap tenaga kerja. Dengan begitu pendapatan perkapita masyarakat akan naik dan masyarakat akan sejahtera.
Apabila liberalisasi ekonomi ini ditinjau dari prinsip-prinsip ekonomi Islam yang bersifat mendasar, maka hal ini memang sangat sesuai dengan prinsip ekonomi Islam dalam mencapai falah. Menurut Muhammad Sharif Chaudry berdasar atas Al Qur’an dan As Sunnah, prinsip ekonomi Islam terdiri dari Allah penentu benar dan salah, penggunaan, prinsip pertengahan, kebebasan,dan keadilan.
Secara garis besar, ekonomi Islam juga mendukung akan adanya liberalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan dengan ekonomi yang lebih efektif dan efisien. Liberalisasi ekonomi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada keadilan dalam distribusi kekayaan, barang-jasa, dan kesejahteraan. Agar keadilan ini menjadi lebih sempurna maka dibutuhkanlah moral yang baik dari masyarakat dengan memangkas sektor-sektor yang bersifat spekulasi (maysir), berlebihan (israf), ketidakjelasan (gharar), dan tadlis (tipu daya). Karena sektor-sektor inilah yang membuat perekonomian tidak bisa menjadi efisien bahkan menimbulkan madharat tersendiri yang semakin membesar. Selain itu, perlu juga peran pemerintah dalam mengawasi pasar. Fungsi pemerintah adalah sebagai regulator dan pencegah kegagalan pasar.
B.  Variabel Politik
Politik adalah seperangkat ilmu yang mempelajari bagaimana memerintah negara dengan berbagai kekuasaan yang terdapat pada trias politika. Banyak sekali dari sistem pemerintahan yang kurang jeli dalam membuat skala prioritas kepentingan sehingga kepentingan publik sering terabaikan.
Hampir sama dengan prinsip ekonomi Islam, prinsip politik Islam mengangkat tauhid, musyawarah, keadilan, kebebasan, persamaan. Bila kita lihat realita, kebijakan luar negeri banyak yang menimbulkan ketidakadilan. Salah satu indikator ketidakadilan adalah ketidakseimbangan antara kepentingan negara dengan kepentingan pasar. Secara historis, terdapat ketidakseimbangan antara peran negara dengan peran pasar. Selain keseimbangan antara kepentingan pasar dan negara, keseimbangan kekuasaan dala liberalisasi ekonomi sangatlah penting.
Kekuasaan antar negara sangatlah penting. Karena tujuan dari liberalisasi ekonomi adalah menghapuskan hambatan ekonomi dan keseimbangan, maka prinsip keseimbangan kekuasaan adalah persamaan kekuasaan antar negara. Baik negara maju maupun negara berkembang harus saling bekerjasama guna mewujudkan kesejahteraan. Kesejahteraan tidak akan terwujud jika terjadi gap antara negara yang meraup keuntungan besar dengan negara berkembang yang meraup keuntungan kecil.
Untuk mendapatkan keuntungan tersebut seringkali para pejabat negara mulai tergiur dengan keuntungan yang dapat mereka raup. Hal inilah yang sangat ditakutkan karena telah terjadi di Amerika pada pemerintahan Clinton. Sehingga mereka mulai membuat asyimetric information guna meningkatkan kepercayaan masyakarakat. Hal ini tentu akan membuat economic buble yang menjadi bom waktu dan meledak dengan sangat dahsyat. Oleh karena itu, control masyarakat akan kebijakan dan transparansi pemerintah ini sangatlah diperlukan. Sehingga pemerintah pun tidak bisa menggunakan kekuasaan seenaknya.
Memang potensi akan pasar bebas dan liberalisasi ekonomi sangat menggiurkan semua pihak. Hal ini tentu akan mengakibatkan kegairahan irrasional (irrational exuberance). Mereka banyak yang mengira bahwa dengan berbuat baik (bagi dirinya), mereka berbuat baik (bagi masyarakat). Akhirnya menimbulkan kerakusan para pemegang kekayaan dan jabatan untuk selalu mendapatkan keuntungan bagi dirinya. Padahal dengan memupuk kekayaan bagi dirinya serta tidak mendistribusikannya akan memancing madharat yang beranekaragam sehingga nantinya membuat kehidupan sosial kian memburuk. Tentu moral yang seperti ini semakin menjauh dari prinsip-prinsip di atas.
Oleh karena itu Allah menjamin akhlak yang baik dan adil sesuai dengan tauhid pada Al Qur’an dan As Sunnah. Dan sebagai bukti atas ketidaksesuaian atas apa yang Allah perintahkan maka akan mengakibatkan kegagalan segala kebijakan. Hal ini telah tercantum pada surah An Nahl Ayat 90:
اِنَّ اللهَ يَأْ مُرُ بِا لْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَائِ ذِى القُرْبَى وَيَنْهى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكّرُوْنَ
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat dan Dia melarang berbuatan yang keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia mengambil pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.


Daftar Pustaka

Chaudry, Muhammad Sharif, 2012, Sistem Ekonomi Islam, Kencana , Jakarta
Stiglitz, Joseph E, 2006, Dekade Keserakahan, Marjin Kiri, Tangerang
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, Yayasan Penyelenggara/ Penterjemah Al-Qur’an, Jakarta, 1985)
Alamsyah Ratu Perwira Negara, Islam dan Pembangunan Politik di Indonesia, (Jakarta: Haji Masagung, 1987)
Din Syamsudin, Islam dan Politik Orde Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001)
 



more »

Permasalahan Ekonomi yang saat ini sedang menjadi Rayap bagi Eksistensi Bangsa Indonesia.

Diposkan oleh Unknown
                (Oleh: Amir Fatah)
           Berbicara mengenai ekonomi Indonesia memang tidak terlepas daripada kontroversi didalamnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa elemen inilah yang dari dulu hingga sekarang menjadi poros utama dari permasalahan yang ada dalam bangsa ini. Hingga saat ini berbagai formula telah dirumuskan untuk memecahkan permasalahan diatas, namun harus diakui formula tersebut belum mampu memecahkan permasalahan yang  ada.

                Perlu ada solusi yang jitu untuk membuat masalah tadi tidak semakin akut. Dalam hal ini koordinasi dari pihak-pihak terkait harus ditingkatkan. Komunikasi antarlini harus terjalin dengan semestinya. Bisa jadi permasalahan yang saat ini terjadi adalah akibat dari kurangnya komunikasi dari masing-masing pihak tersebut, dalam artian komunikasi dalam merumuskan permasalahan tadi.

                Masalah utamanya adalah ekonomi. berbicara mengenai perekonomian Indonesia, hampir pasti yang dilihat terlebih dahulu adalah jumlah penduduk miskinnya. Saat ini diperkirakan jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai angka 39 juta jiwa. Angka tersebut bisa saja bertambah seiring dengan berbagai indikator yang mendukung hal tersebut. Salah satunya, Jumlah penduduk yang terus bertambah (saat ini sekitar 280 juta jiwa), berpotensi untuk menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia. Program pemerintah berupa Keluarga Berencana (KB) belum cukup mampu untuk menekan angka kelahiran. Apalagi bila dilihat dari fenomena saat ini yang terjadi di masyarakat pedesaan di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya daerah pedalaman masih saja ada yang menikahkan anaknya (khususnya perempuan) antara usia 15-20 tahun. Padahal, pada usia tersebut harusnya mereka sedang giat-giatnya menempuh pendidikan dan menikmati masa remaja menuju masa pendewasaan. Namun terkadang, orientasi dari orang tua ataupun si anak tadi lebih kepada kepuasan seks belaka, sehingga mau tidak mau jalan satu-satunya untuk mencegah perzinaan adalah dengan menikah. Setelah itu, di usia mereka yang masih belia, mereka sudah menggendong anak. Hal inilah yang hingga saat ini masih menjadi tradisi di kalangan masyarakat yang pemikirannya masih primitif.

                        Sudah saatnya bagi kita untuk berbenah diri, terutama dalam menghadapi kompetisi dunia yang kian hari kian menampakkan keganasannya. Selain itu jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang tersedia, baik angkatan kerja yang produktif ataupun sebaliknya.  Jumlah lulusan dari berbagai jenjang pendidikan (khususnya jenjang Sarjana dan SMA), yang tiap tahun terus menciptakan angkatan kerja baru juga turut menambah runyamnya problem ekonomi Indonesia. Bila ini tidak ditangani secara serius, tentunya akan menjadi bom waktu tersendiri.

                         Hadirnya ekonomi syariah ditengah carut-marutnya perekonomian negeri membawa secercah asa bagi bangsa ini untuk berbenah. Meskipun hingga detik ini, tumbuh kembangnya belum sepenuhnya berjalan, namun ini sudah menjadi awal yang baik bagi perkembangan ekonomi indonesia dimasa mendatang. Namun tetap ada saja faktor-faktor “X” yang dapat menghambat proses perkembangan tersebut.


                         Indonesia saat ini dipandang sebagai gembong para koruptor bersarang. hingga saat ini, sudah banyak koruptor yang terjerat oleh instansi negara, yang dalam urusan ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya KPK). Yang menjadi titik fokus disini bukanlah kepiawaian KPK dalam memberantas korupsi, namun justru menjadi gambaran betapa tingkat kejujuran dan kepercayaan masyarakat Indonesia masih belum mampu membuat pertumbuhan ekonomi syariah semakin membaik. Salah satu aspek terpenting dalam ekonomi syariah adalah menempatkan kejujuran dan kepercayaan dalam barisan terdepan, dan tentunya dua sifat inilah yang minimal dimiliki oleh seorang pelaku ekonomi. Bila dua sifat ini mampu diemban oleh setiap individu, maka dapat dipastikan cita-cita untuk menumbuhkan ekonomi syariah di bumi Indonesia makin berjalan cepat, sehingga apabila tumbuh kembangnya sudah semakin pesat, akan berdampak positif bagi masyarakat Indonesia yang begitu memimpikan sebuah Kesejahteraan.
more »

Mengamati Bisnis MLM Syari’ah

Diposkan oleh Unknown
(Oleh: Muhammad Nur Zamroni)
Saat ini terdapat 650 perusahaan yang bergerak pada bisnis yang menggunakan sistem Penjualan Langsung Berjenjang (PLB) baik yang dilakukan secara offline maupun online yang bisa juga disebut Multi Level Marketing (Republika, 2010). Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut.

Kontroversi yang sering muncul pada bisnis dengan sistem PLB ini adalah dugaan money game sehingga berujung pada pertanyaan apakah bisnis dengan sistem PLB tersebut sudah sesuai syariah? Salah satu cara untuk menghilangkan kontroversi dan untuk mengetahui apakah sebuah bisnis PLB sudah sesuai syariah atau belum adalah dengan adanya sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional – Mejalis Ulama Indonesia (DSN MUI).

Menurut DSN MUI, terhitung dari tahun 2007 ada 15 perusahaan jenis PLB ini yang sudah mengajukan permohonan sertifikasi syariah. Namun, sebagian besar ditolak oleh DSN MUI karena perusahaan yang bersangkutan belum memenuhi dua belas prinsip syariah yang tercantum dalam Fatwa DSN MUI No 75/7/2009 tentang Pemasaran Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). Oleh karena itu, mari kita cermati satu per satu 12 ketentuan PLBS dari DSN MUI agar kita bisa dengan mudah mengetahui kesyariahan bisnis dengan sistem PLB.
Fatwa DSN MUI tentang MLM
DSN MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang MLM dengan nama Penjualan Langsung Berjenjang Syariah No 75 Tahun 2009.. DSN MUI menetapkan sebagai berikut :
1.      Penjualan  Langsung Berjenjang  adalah  cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut
2.      Barang adalah setiap benda berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat dimiliki, diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
3.      Produk jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau pelayanan untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
4.      Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan atau produk jasa dengan sistem penjualan langsung yang terdaftar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.      Konsumen adalah pihak pemakai barang dan atau jasa, dan tidak untuk diperdagangkan.
6.      Komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan berdasarkan prestasi kerja nyata, yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang dan atau produk jasa.
7.      Bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, karena berhasil melampaui target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.
8.      Ighra’ adalah daya tari luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya demi melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka mempereroleh bonus atau komisi yang dijanjikan.
9.      Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perek-rutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
10.  Excessive mark-up adalah batas marjin laba yang ber-lebihan yang dikaitkan dengan hal-hal lain di luar biaya.
11.  Member get member adalah strategi perekrutan keang-gotaan baru PLB yang dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya.
12.  Mitra usaha/stockist adalah pengecer/retailer yang men-jual/memasarkan produk-produk penjualan langsung.
Ketentuan Hukum Islam :
Praktik PLBS wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.      Adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
2.      Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
3.      Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
4.      Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
5.      Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
6.      Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
7.      Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
8.      Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
9.      Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
10.  Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain;
11.  Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
12.  Tidak melakukan kegiatan money game.
Demikianlah isi fatwa DSN-MUI mengenai MLM Syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional pada tahun 2009.
Missi MLM Syari’ah
Selanjutnya Agustianto M.Ag merumuskan bahwa usaha bisnis MLM, (khususnya yang dikelola oleh kaum muslimin), seharusnya memiliki misi mulia dibalik kegiatan bisnisnya. Di antara misi mulia itu adalah :
  1. Mengangkat derajat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islam.
  2. Meningkatkan jalinan ukhuwah ummat Islam di seluruh dunia
  3. Membentuk jaringan ekonomi ummat yang berskala internasional, baik jaringan produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga dapat mendorong kemandirian dan kejayaan ekonomi ummat.
  4. Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan produk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.
  5. Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya saing menghadapi era globalisasi dan teknologi informasi.
  6. Meningkatkan ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-produk halal dan   thayyib.

Daftar Pustaka:
http://www.iaei-pusat.org/en/article/ekonomi-syariah/multi-level-marketing-menurut-hukum-islam-

http://motekar-media.blogspot.com/2012/06/mencermati-bisnis-penjualan-langsung.html
more »

Timeline Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Diposkan oleh Unknown
Oleh: Khoirul Zadid Taqwa

Jangan tinggalkan jas merah. Itulah yang dikatakan oleh seorang Soekarno, Presiden Indonesia pertama. Adapun makna dari kalimat ini adalah kita tidak boleh meninggalkan sejarah karena sejarah merupakan suatu tonggak estafet pemikiran atau kreatifitas yang terus berkembang. Apabila tonggak tersebut tidak dikembangkan maka peradaban pun juga ikut terhenti. Bila tonggak itu diganti dengan yang baru maka akan mengubah dasar dari pemikiran yang terdahulu. Oleh karena itu, bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarah dan selalu mengembangkannya.

            Terlepas dari sejarah bangsa Indonesia, sejarah ekonomi Islam yang di awali dari zaman Rasulullah memang sangat maju di awalnya. Bahkan Negara muslim saat itu adalah Negara yang paling kaya di dunia dan memiliki peradaban yang sangat maju. Kemajuan ini dapat dilihat betapa bijaknya Rasulullah dalam mengelola keuangan sebuah Negara yang sekarang bernama Madinah. Ketika itu Rasulullah memimpin Negara dengan perekonomian yang bersih dan secara adil walupun tidak semua penduduk Madinah muslim. Dengan berbagai kebijakan yang adil, Rasulullah bisa membawa Madinah ke zaman keemasannya.

            Setelah Rasulullah wafat, tonggak estafet diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin memiliki perkembangan pemikiran ekonomi yang sangat gemilang dengan adanya berbagai kebijakan ekonomi dan peningkatan ketaatan dalam pembayaran instrumen-instrumen perekonomian. Selain itu para khulafaur rasyidin juga memiliki beberapa terobosan dalam ekonomi.

            Setelah beberapa tahun khulafaur rasyidin memerintah, muncullah pemerintahan umayah dan abbasiyah. Perekonomian Islam memiliki andil dalam dunia pemikiran ekonomi Islam selama 900 tahun yakni sejak Rasulullah hingga runtuhnya bani abbasiyah. Pada saat bani umayah dan bani abbasiyah, Islam melakukan ekspansi ke Negara-negara nonmuslim. Bahkan Islam telah masuk dan memerintah di Spanyol selama 700 tahun. Selama pemerintahan dua kerajaan besar ini, banyak sekali ahli ekonomi dan filusuf yang mengembangkan ekonomi Islam. Berbagai inovasi lahir saat ini. Bahkan pada pemerintahan Umar bin abd aziz dalam 2,5 tahun penduduknya sudah terhindar dari kemiskinan sehingga sulit sekali mencari penerima zakat. Selain itu, sebuah karangan sebelum the wealth of nation milik Adam Smith telah lahir pada zaman itu, yakni kitab Al Amwal karangan Abu Ubaid. Bila dibandingkan pada sektor konvensional, sangat sedikit sekali pemikir ekonomi dari mereka. Saat inilah ekonomi Islam jaya.

            Kemudian perkembangan kedua kerajaan ini terus menurun. Banyak raja yang lebih mencintai dunia daripada akhirat. Maka karena kelemahan yang semakin tampak ini, akhirnya kerajaan Islam runtuh diserang oleh Kerajaan Hulagu. Sejak saat itulah beberapa daerah yang pernah dikuasai Islam lepas dari Islam. Perlawanan dari muslim di berbagai daerah pun muncul, mulai dari Mamluk, Fathimiyah, Andalusia, dan Utsmaniyah. Akan tetapi, kejayaan muslimin yang didapat saat itu hanya bertahan sebentar, begitu pun dengan pemikir ekonom Islam yang semakin sedikit, kemudian masuklah kedalam era kolonialisasi atau biasa disebut dengan The Great Hole.

            The Great Hole atau kekosongan pemikiran telah berlangsung selama lima ratus tahun. Disini pula kaum nonislam mulai melakukan ekspansi dan penjajahan. Mereka mulai melakukan berbagai ekspansi dalam berbagai bentuk (Gold, Glory, Gospel). Akhirnya mengecillah kekuasaan Islam karena gempuran ini. Walaupun hanya sedikit kekuatan yang dimiliki kaum muslimin, tetapi ini masih belum cukup untuk melawan kekuatan kaun nonmuslim yang sedang on fire.

            Merchantilism era on 16-17 century. Mulai terlihat mengecilnya pemikir ekonomi islam dan mulainya pemikir ekonomi konvensional. Kemudian at the classic economics on 18 century, mulai muncullah ekonom konvensional yang sangat terkenal, Adam Smith. Tidak kalah popular juga dari ekonom Islam yang lahir di India yakni Wali Allah. Akan tetapi apa daya pemikiran ekonom Islam saat itu, karena dunia masih dalam dominasi kaum nonmuslim, colonialism era.

            Pada Abad 18, ekonomi konvensional mulai menemukan kebuntuannya. Berakhirlah era The Classic Economics yang menyatakan bahwa ada invisible hand  tanpa adanya tauhid. Tepatnya pada 1929-1930 terjadi deflasi yang besar-besaran. Inilah awal dari ambruknya ekonomi konvensional. The classic economics menganggap bahwa harga di pasar itu akan menyesuaikan diri sehingga tercapailah keseimbangan pasar. Namun pada kasus saat itu, harga komoditas yang terus turun tanpa kendali menyebabkan masyarakat menunda untuk membeli barang itu (deflasi). Masyarakat berfikir bahwa dengan menunda pembelian, harga pada hari berikutnya akan lebih murah sehingga uang yang ada di masyarakat hanya tertimbun tanpa arti. Akhirny terjadilah krisis yang membuat dollar tidak laku karena tidak memiliki nilai.

            Kemudian muncul lagi pemikiran ekonom konvensional socialism yang lebih tak masuk akal. Mereka beranggapan bahwa segala potensi alam dan manusia adalah milik negara sehingga kehidupan pada saat itu lebih terkekang. Mereka beranggapan bahwa kebebasan yang tiada batas akan menimbulkan kekacauan yang besar. Tokoh pada era itu adalah Robert Owen dan muridnya, Karl Marx. Pemikiran ini menyebabkan banyak berdirinya BUMN. Ketika liberalisasi tersegmentasi, maka turunlah daya kompetisi yang dimiliki. Hal ini tentunya akan menurunkan efisiensi terhadap perekonomian. Maka sudah pasti, perekonomian ini berujung kebuntuan lagi.

            Pada Neo Capitalism Era, banyak sekali melahirkan ekonom konvensional seperti Alfred Marshal, Irving fisher, dan Keynes. Mereka masih belum sadar dengan kesalahan fatal yang telah mereka lakukan di awal perekonomian. Mereka malah meneruskan tongkat estafet panas yang terus mengalami siklus krisis. Berbagai krisispun terjadi lagi sehingga mulai muncul kesadaran kaum muslimin untuk membuka lagi sejarah kemenangan Islam.

            Era kemerdekaan negara colonial merupakan era pencerahan bagi kaum muslimin untuk mengembangkan lagi ekonomi Islam. Dimulai dari negara Pakistan, Syaikh Abu Hasan Al Maududi dalam bukunya yang mengguncangkan dunia yang berjudul “Kerugian Dunia Akibat Kemunduran Islam”. Akan tetapi karena begitu lamanya colonialism era membuat pemikiran ekonomi Islam melambat. Sehingga berbagai ekonom konvensional masih mendominasi di era ini. Mereka mulai membuka lagi liberalisasi ekonomi seperti NAFTA dan kebijakan lainnya.

            Akan tetapi mereka gagal lagi meluncurkan kebijakan liberalisasi yang mereka katakana sebagai keadilan ekonomi. Kemudian muncul lagi krisis Amerika yang disebabkan oleh usaha property. Setelah itu merambah lagi ke daerah eropa dengan kredit macet atau utang yang terbayar. Maka setelah kegagalan ekonomi konvensional untuk beberapa kali ini mulai tersadarlah beberapa ahli ekonomi konvenisonal untuk menerapkan kembali ekonomi Islam. Adapun beberapa ekonom konvensional yang justru menjadi bumerang bagi ekonomi konvensional sendiri. Yakni John K. Galbraith dan Stiglitz (pejabat World Bank). Maka tugas kita sekarang melanjutkan tongkat estafet yang barokah dari Rasulullah seperti para ilmuan2 Islam (Yusuf Qrdhawi, M. Omer Chapra, M. Abd Mannan dkk),

Reference:
Karim, adiwarman.2012.Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Edisi 3. Jakarta. Rajawali Pers
more »

STRUKTUR IDEAL SISTEM KEUANGAN ISLAM DALAM PANDANGAN M. UMER CHAPRA DAN ABDUL HALIM ISMAIL (Komparasi antar dua sistem)

Diposkan oleh Unknown
 Oleh: M. Fathi Rabbani
Pendahuluan
                Ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memaksilkan kesejahteraan manusia (falah). Falah  berarti terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan keseimbangan kepentingan sosial, keseimbangan, ekologi dan tetap memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma dalam masyarakat[1]. Sebagai konsekuensinya, diperlukan sejumlah etika pokok dalam ekonomi sehingga falah itu terwujud. Etika-etika tersebut adalah : Kesatuan(Tauhid), Keseimbangan/kesejajajran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Resposibility[2]).

                Sistem Keuangan Islam diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga dalam sistem keuangan islam memilik dampak makr yang cukup signifikan, karena bukan hanya prinsip investasi langsung saja yang harus bebas dari bunga, namun prinsip investasi tak langsung juga harus bebas dari bunga. Perbankan sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary), namun  juga sebagai industri penyedia jasa keuangan (financial industry) dan instrumen kebijakan moneter yang utama[3].

                Sistem Keuangan Islam, dengan prinsip bagi hasil sebagai pengganti prinsip bunga , menempatkan perbankan tidak hanya sebagai lembaga intermediasi keuangan, tetapi lebih pada lembaga intermediasi investasi (investment intermediary). Hal ini disebabkan karena hubungan antara Bank Islam dengan nasabah lebih dominan pada huungan pemodal-pengusaha atau modal ventura daripada kreditur-debitur. Oleh karenanya, sistem keuangan Islam yang ideal akan ditandai oleh sinergi antara sektor keuangan dan sektor riil. Melemahnya produktivitas sektor riil akan secara langsung dirasakan pula oleh sektor keuangan karena bagi hasil yang akan diterima oleh perbankan akan menurun. Begitu juga, bagi hasil yang akan diberikan oleh perbankan Islam kepada pemodal juga akan menurun.

                Sebaliknya, jika sektor riil mengalami peningkatan produksi, maka dampaknya akan langsung dirasakan oleh sektor keuangan. Dengan demikian, jika sistem bagi hasil ini dapat berjalan dengan efisien, maka pertumbuhan ekonomi semu tidak akan terjadi dan investasi akan menuju pada proyek-proyek yang profitable. Tenunya hal ini akan terwujud jika sistem ekonomi didukung oleh budaya masyarakat dan sisem legal serta administrasi yang sesuai dengan syari’ah islam.

Sistem Keuangan Islam
                Sebelum kita membahas teori uncertainity dalam keuangan Islam, akan kita bahas lebih dulu secara singkat sebagai pengantar sistem keuangan dalam Islam.

                Keuangan Islam adalah sebuah sistem yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta dari penafsiran para ulama terhadap usmber-sumber wahyu tersebut. Dalam berbagai bentuknya , struktur keuangan islam telah tampil sebagai salah satu implementasi modern dari sistem hukum Islam yang paling penting dan berhasil, dan sebagai ujicoba bagi pembaruan dan perkembangan hukum Islam pada masa mendatang.

                Meskipun demikian, keuangan Islam tetap menimbulkan kesalahpahaman di kalangan orang Islam sendir maupun non-Muslim. Misalny, umum diketahui bahwa keuangan Islam melarag pengenaan bunga terhadap dana pinjaman, namun hukum Islam sebenarnya tidak menolak gagasan tentang nilai waktu dalam uang (time value of money) .[4]

                Sebagai contoh, jika uang dipercayakan kepada pihak lain untuk digunakan selama jangka waktu tertentu, maka besarnya imbalan atas pembiayaan tersebut tidak boleh ditetapkan dimuka berdasrkan persetujuan pihak lain terhadap kontrak tersebut. Sebagai gantinya imbalan tersebut haruslah merupakan bagi hasil dari keuntungan riil usaha tersebut. Uang tidak diperlakukan sebagai komoditas, sebagaimana di ekonomi konvensional, namun uang sebagai pembawa resiko sehingga tunduk pada ketidakpastian yang sama dengan ketidakpastian yang dihadapi oleh mitra lain dari usaha tersebut.

                Dengan mempertimbangkan cara-cara perolehan imbalan yang sah atas pembiayaan di atas, istilah keuntungan perbankan (profit banking) merupakan cara yang sangat membantu untuk menjelaskan sistem perluasan kredit dalam dunia Islam. Aturan-aturan Islam memperbolehkan kegiatan bisnis untuk memanfaatkan kredit dan tidak menetapkan bahwa semua kegiatan isnis harus dibiayai sepenuhnya dengan modal sendiri.[5]

                Sistem keuangan Islam bertujuan untuk memberikan jasa keuangan yang halal kepada komunitas muslim, disamping itu juga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang layak bagi tercapanya tujuan sosio-ekonomi Islam. Target utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja tingkat pertumbuhan ekonomi  yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan, kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi hasil) kepada semua pihak yang terlibat.[6]

                Tampaknya, dimensi religius harus dikemukakan sebagai tujuan terakhir, dalam arti bahwa peluang melakukan operasi keuangan yang halal jauh lebih penting dibanding model operasi keuangan itu sendiri. Validitas tujuan-tujuan umum ini jarang dipersoalkan, namun tak pernah ada kesepakatan tentang struktur ideal sistem keuangan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan tersebut.[7]

                Dari perspektif Islam, tujuan utama perbankan dan keuangan Islam dapat disimpulkan sebagai berikut.[8]:
a.       Pengahpusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaruan semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
b.      Distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar.
c.       Kemajuan dalam bidang pembangunan ekonomi.

Struktur Ideal Sistem Keuangan Islam
                Literatur Ekonomi Islam mengungkapkan dua model sistem keuangan yang Islami. Salah satunya yang dijalankan oleh M. Umer Chapra (1985) dan M. Nejatullah Shiddiqi (1983), sedangkan yan kedua dikemukakan oleh Abdul halim Ismail (1986). Mereka berbeda pendapat mengenai prilaku apa yang mestinya ditunjukkan oleh institusi model masing-masing.[9]

                Chapra mengajukan sebuah sistem yang meliputi beberapa institusi berikut: bank sentral, bank komersial, lembaga keuagan non-bank, lembaga kredit khusus, korporasi asuransi deposito dan korporasi audit investasi. Sekilas, struktur ini tidak ada bedanya dengan struktur sistem keuangan konvensional. Namun Chapra melihat ada beberapa perbedaan dalam fungsi, ruang lingkup, dan tanggung jawa setiap institusi. Tiap-tiap institusi dianggap sebagai komponen penting dari suatu sistem integral yang diperlukan untuk mencapai tujuantujuan yang diinginkan.[10]

                Ciri utama model keuanga Isla yang dikemukakan Chapra adalah penyebaran tanggung jawab kesejahteraan sosial dan kepentingan agama ke seluruh komponen sistem keuangan, dari mulai bank sentral sampai fungsi obyektif agen-agen keuangan Islam. Penulis lain yang mengajukan kerangka alternatif bagi sistem keuangan Islam adalah Abdul Halim Ismail (1986), yang mengusulkan pembagian tanggung jawab yang lebih cermat. Ia membuat sketsa sistem Ekonomi Islam yang terdir dari tiga sektor: yaitu sektor politik (pemerintah), yang meliputi dana publik dan bank sentral, sektor sosial yang bertanggung jawab atas administras pajak, dan sektor komersial yang meliputi semua aktivitas komersial swasta. Setiap sektor memilik beragam bentuk lembaga, yang semuanya bekerja mengikuti prinsip umum syari’ah dalam operasi-operasi tertentu. Sistem keuangan Islam menopang lembaga-lembaga dalam ketiga sektor tersebut.

                Menurut sketsa Ismail , bankbank komersial Islam jelas terasuk dalam sektor komersial, tanggung jawab mereka dengan demikian terbatas pada aktivitas-aktivitas komersial. Mereka tidk dibebani tugas untuk menjamin distribusi pendapatan yang wajar , karena hal itu merupakan tugas pemerintah. Demikian juga pengumpulan dan pajak bukan menjadi tugas bank komersial, melainkan menjadi tanggung jawab lembaga sosial.

                Dengan demikian kita melihat ada perbedaan penting antara kedua model tersebut. Menurut chapra tiap-tiap lembaga dalam sistem ekonomi Islam bertanggung jawab memenuhi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial secara umum, kadang-kadang dengan mengorbankan profitabilitas individu. Konsekuensinya, sistem keuangan Islam lebih memilih proyek-proyek yang secara sosial menguntungkan, meskipun tidak demikian secara ekonomi.

                Sebaliknya, menurut model Ismail, bank-bank Islam adalah lembaga komersial yang bertanggung jawab terutama kepada par pemegang saham dan deposan, mereka melayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, memperbesar laba dan pendapatan, serta distribusi zakat. Akibat yang mungkin muncul dari perbedaan kedua pendekatan ini adalah bahwa setiap bank dalam masing-masing model akan menetapkan cara operasi yang berbeda satu sama lain. Meskipun perangkat operasi dan praktik pendanaan yang sah itu merupakan hal yang lazim untuk kedua keadaan dan berlaku bagi semua lembaga Islam, beberapa aktivitas bisa jadi lebih disukai daripada aktivitas lainnya, tergantung pada tujuannya. Karena itu, penelitian tentang kerja yang sesungguhnya dari praktik Bank Islam harus dikaji seraya memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut.



Kesimpulan
                Dalam hukum syari’ah, ada dua macam kaidah, yaitu dalam ibadah dan muamalah. Dalam ibadah, kaidah hukum yang berlaku adalah semua hal dilarang, kecuali yang ada ketentuannya dalam Al-Qur’an atau Sunnah. Sedangkan dalam muamalah, semua hal diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Hal ini berarti, ketika ada suatu transaksi baru yang muncul, dan belum dikenal sebelumnya dalam rukun islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali bila terdapat implikasi dari Al-Qur’an dan sunnah yang melarangnya, baik secara eksplisit maupun implisit.
                Dengan demikian untuk mengidentifikasi transaksi yang dilarang oleh islam, dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor sebagai berikut :
1.       Haram dzat atau barangnya (Haraam lidzatihi), meliputi :
·         Babi
·         Minuman keras
·         Bangkai
·         Darah
2.       Haram selain dzatnya (haraam lighoirihi), mencakup :
·         Tadlis
·         Taghrir (Gharar)
·         Ihtikar (monopoli)
·         Bai’ najasi
·         Riba
·         Maysir
·         Risywah (suap menyuap)
3.       Tidak sah (lengkap) akadnya, mencakup :
·         Rukun dan syaratnya tidak terpenuhi
·         Terjadi ta’alluqatau ketergantungan suatu akad dengan akad yang lain
·         Terjadi two in one





















Daftar Pustaka
Chapra, M. Umar Masa Depan Ilmu Ekonomi; Sebuah tinjauan Islam, (Jakarta : Gema Insani Press)
Naqvi Syed Nawab Hader, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2003)
Sudarsono Heri, Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi II  (Yoguyakarta: Ekonisia, 2003)
Vogel Frank E. dan Hayes Samuel L., III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, teori dan praktik, Cetakan 1 (Bandung: Nusamedia, juli 2007).
Chapra M Umer, Sistem Moneter Islam, Cetakan Pertama  (Jakarta: Gema insani Press, 2000)
Lewis Mervyn K. dan Lagoud Latifa M., Perbankan Syari’ah. Prinsip, praktik dan prospek  (Jakarta: Serambi Ilmu semesta 2007)
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam,




[1] M. Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi; Sebuah tinjauan Islam, (Jakarta : Gema Insani Press) hal:100
[2] Syed Nawab Hader Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2003) hal: 37  
[3] Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi II  (Yoguyakarta: Ekonisia, 2003) hal; 5
[4] Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, teori dan praktik, Cetakan 1 (Bandung: Nusamedia, juli 2007).
[5] Ibid hal: 14
[6] M Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Cetakan Pertama  (Jakarta: Gema insani Press, 2000) hal: 2
[7] Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Lagoud, Perbankan Syari’ah. Prinsip, praktik dan prospek  (Jakarta: Serambi Ilmu semesta 2007)
[8] Ibid, hal: 123-131
[9] Ibid, hal: 131-132
[10] M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, op.cit., hal: 101-130
more »