Mengamati Bisnis MLM Syari’ah
(Oleh: Muhammad Nur Zamroni)
Saat ini terdapat 650 perusahaan yang bergerak pada bisnis
yang menggunakan sistem Penjualan Langsung Berjenjang (PLB) baik yang dilakukan
secara offline maupun online yang bisa juga disebut Multi Level Marketing
(Republika, 2010). Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang
atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan
usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara
berturut-turut.
Kontroversi yang sering muncul pada bisnis dengan sistem PLB
ini adalah dugaan money game sehingga berujung pada pertanyaan apakah bisnis
dengan sistem PLB tersebut sudah sesuai syariah? Salah satu cara untuk
menghilangkan kontroversi dan untuk mengetahui apakah sebuah bisnis PLB sudah
sesuai syariah atau belum adalah dengan adanya sertifikasi dari Dewan Syariah
Nasional – Mejalis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Menurut DSN
MUI, terhitung dari tahun 2007 ada 15 perusahaan jenis PLB ini yang sudah
mengajukan permohonan sertifikasi syariah. Namun, sebagian besar ditolak oleh
DSN MUI karena perusahaan yang bersangkutan belum memenuhi dua belas prinsip
syariah yang tercantum dalam Fatwa DSN MUI No 75/7/2009 tentang Pemasaran
Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). Oleh karena itu, mari kita cermati satu per
satu 12 ketentuan PLBS dari DSN MUI agar kita bisa dengan mudah mengetahui
kesyariahan bisnis dengan sistem PLB.
Fatwa DSN MUI tentang MLM
DSN MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang MLM dengan nama
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah No 75 Tahun 2009.. DSN MUI menetapkan
sebagai berikut :
1.
Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara
penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh
perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya
secara berturut-turut
2.
Barang adalah setiap benda berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
dimiliki, diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen.
3.
Produk jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau pelayanan untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
4.
Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum
yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan atau produk jasa dengan
sistem penjualan langsung yang terdaftar menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5.
Konsumen adalah pihak pemakai barang dan atau jasa, dan
tidak untuk diperdagangkan.
6.
Komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada
mitra usaha atas penjualan yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan
berdasarkan prestasi kerja nyata, yang terkait langsung dengan volume atau
nilai hasil penjualan barang dan atau produk jasa.
7.
Bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan
kepada mitra usaha atas penjualan, karena berhasil melampaui target penjualan
barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.
8.
Ighra’ adalah daya tari luar biasa yang menyebabkan orang
lalai terhadap kewajibannya demi melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka
mempereroleh bonus atau komisi yang dijanjikan.
9.
Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau
penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil
perek-rutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari
hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang
dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang
dapat dipertanggung jawabkan.
10.
Excessive mark-up adalah batas marjin laba yang ber-lebihan
yang dikaitkan dengan hal-hal lain di luar biaya.
11.
Member get member adalah strategi perekrutan keang-gotaan
baru PLB yang dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya.
12.
Mitra usaha/stockist adalah pengecer/retailer yang
men-jual/memasarkan produk-produk penjualan langsung.
Ketentuan Hukum Islam :
Praktik
PLBS wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.
Adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa
barang atau produk jasa;
2.
Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu
yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
3.
Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur
gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
4.
Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan (excessive
mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat
yang diperoleh;
5.
Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik
besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang
terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk
jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
6.
Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra
usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan
target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
7.
Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang
diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang
dan atau jasa;
8.
Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota
(mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
9.
Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian
bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
10.
Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara
seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan
aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan
lain-lain;
11.
Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan
berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya
tersebut;
12.
Tidak melakukan kegiatan money game.
Demikianlah
isi fatwa DSN-MUI mengenai MLM Syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional pada tahun 2009.
Missi MLM Syari’ah
Selanjutnya
Agustianto M.Ag merumuskan bahwa usaha bisnis MLM, (khususnya yang dikelola
oleh kaum muslimin), seharusnya memiliki misi mulia dibalik kegiatan bisnisnya.
Di antara misi mulia itu adalah :
- Mengangkat
derajat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syari’at
Islam.
- Meningkatkan
jalinan ukhuwah ummat Islam di seluruh dunia
- Membentuk
jaringan ekonomi ummat yang berskala internasional, baik jaringan
produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga dapat mendorong
kemandirian dan kejayaan ekonomi ummat.
- Memperkokoh
ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan produk yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai Islami.
- Mengantisipasi
dan mempersiapkan strategi dan daya saing menghadapi era globalisasi dan
teknologi informasi.
- Meningkatkan
ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-produk halal dan
thayyib.
Daftar
Pustaka:
http://www.iaei-pusat.org/en/article/ekonomi-syariah/multi-level-marketing-menurut-hukum-islam-
http://motekar-media.blogspot.com/2012/06/mencermati-bisnis-penjualan-langsung.html
0 komentar: